Office Center: Perum Alam Indah, Blok H.2 No 9, rt001/rw006 Kode Pos:15141, Kel.Poris Plawad Indah, Kec. Cipondoh, Tanggerang
Order HP Here
Chat For Order
Yahoo Messenger Pulsa Shop
Registrasi Online
Komplain Online
Komplain : 09.00-22.00
Transaksi Pulsa Online
Pesan Anda
Main » 2011 » June » 30 » XL Axiata Dinilai Tidak Berpihak Dengan Pengecer dan Server Pulsa Dengan Adanya Hard Cluster
9:36 AM
XL Axiata Dinilai Tidak Berpihak Dengan Pengecer dan Server Pulsa Dengan Adanya Hard Cluster
Asosiasi Server Pulsa Indonesia (ASPINDO) protes ke XL,
karena kebijakan clusterisasi. Mereka akan melakukan boikot,
merekomendasi pelanggan untuk pindah operator bahkan berencana membakar
kartu perdana XL.
Lebih lanjut mereka meminta kepada regulator untuk membantu
menyelesaikan dispute ini. Apa sih clusterisasi dan bagaimana dampaknya?
Sejak beberapa tahun terakhir, beberapa operator berupaya menerapkan
konsep clusterisasi. Mereka adalah Telkomsel, Indosat, XL dan Flexi.
Telkomsel merupakan yang pertama menerapkan konsep ini. Namun konsep
clusterisasi Telkomsel tidak terlalu ketat, demikian juga dengan Indosat
dan Flexi. Sedangkan XL menerapkan konsep ini sejak awal 2010, dan dari
waktu ke waktu konsepnya semakin ketat.
Program clusterisasi adalah program pembatasan wilayah distribusi
produk, khususnya pulsa isi ulang baik voucher fisik maupun elektrik.
Pulsa isi ulang yang sebenarnya bisa di distribusi secara bebas di
seluruh wilayah Indonesia, kini dibatasi distribusinya. XL menetapkan
wilayah-wilayah yang mereka sebut cluster.
Setiap cluster meliputi 2 sampai 5 kecamatan. Pada setiap cluster
ditetapkan 1 atau 2 Dealer. Pengecer di area tersebut harus ambil barang
dari Dealer yang ditunjuk. Dealer dan pengecer tidak boleh menjual di
cluster lain. Bahkan ketika pengecer sedang berada di lokasi cluster
lain, mereka tidak bisa menjual pulsa elektrik kepada pelanggan, karena
sistemnya di blok oleh XL.
Sebetulnya konsep clusterisasi tidak hanya ada di industri seluler,
konsep ini sudah umum diterapkan di industri ritel lainnya. Lantas,
kenapa hal ini menjadi heboh? Perlu diketahui, distribusi pulsa elektrik
di Indonesia sangat unik, karena munculnya para pengusaha server pulsa
yang jumlahnya mencapai ribuan.
Server pulsa isi ulang merupakan sistem komputer yang diisi aplikasi
khusus untuk dapat digunakan oleh para pengecer berjualan pulsa elektrik
semua operator, dengan jangkauan nasional. Investasi untuk sistem ini
bervariasi mulai dari 30 juta sampai ratusan bahkan miliaran, namun
sebagian besar berkisar 75 jutaan. Pada umumnya margin yang dipatok
pengusaha server pulsa sangat kecil, hanya berkisar Rp. 250 per
transaksi.
Oleh karenanya pengusaha server selalu mengejar volume dengan jangkauan
yang seluas-luasnya. Jika sistem dibatasi hanya satu cluster, volume
transaksi menjadi sedikit, dan akhirnya merugi. Apalagi sudah
bertahun-tahun mereka membangun jaringan downline nasional, yang
tentunya membutuhkan usaha dan biaya yang besar. Jika clusterisasi ketat
diberlakukan juga oleh Telkomsel dan Indosat, yang mana tiga operator
besar ini memegang porsi lebih dari 75 persen, saya perkirakan bisnis
server pulsa bakal mendadak berhenti.
Karena alasan inilah, wajar jika mereka menolak kebijakan clusterisasi.
Siapakah sebetulnya yang diuntungkan oleh kebijakan ini? Pertama dan
paling utama adalah Dealer. Margin mereka tergaransi dan bisnisnya bakal
sustain, karena tidak ada lagi persaingan sesama Dealer. Yang lebih
penting lagi, mereka terproteksi dari serangan pemain kecil yang sering
merepotkan.
Lalu apa untungnya bagi operator?
Pertama, jika Dealer merasa nyaman diharapkan muncul loyalitas dan
komitmen terhadap tuntutan operator, dengan demikian target operator
semakin aman. Kedua, operator dapat mengetahui secara pasti seberapa
besar permintaan di setiap area dan seberapa mampu mereka dapat
mendistribusikan barang sesuai jumlah yang dibutuhkan, tidak lebih dan
tidak kurang.
Apakah pengecer dapat manfaat dari kebijakan ini? Tidak!. Pengecer dan
pengusaha server pulsa merupakan pihak yang paling menderita.
Jika sebelumnya mereka memperoleh supply dari Dealer mana pun yang
mereka suka, sekarang mereka dipaksa mengambil barang dari Dealer yang
sudah ditentukan. Jika sebelumnya mereka dapat harga bagus, kini tidak
lagi. Lebih celaka lagi jika ternyata Dealer yang ditunjuk tidak mampu
memberikan pelayanan yang baik. Khusus untuk pengusaha server, nasib
mereka lebih buruk lagi. Karena pasar mereka dibatasi hanya 2 kecamatan
sementara investasi server selalu mempertimbangkan cakupan pasar
nasional.
Bagaimana dengan pelanggan, apakah mereka diuntungkan? Tidak. Bahkan
bisa saja mereka dirugikan, karena pengecer akan menjual pulsa lebih
mahal. Fakta ini sudah terjadi, kita lihat di lapangan pelanggan XL pada
umumnya membeli pulsa nominal 10 pada harga Rp. 12 ribu, sementara
pulsa operator lain dijual Rp. 11 ribu.
Melihat kenyataan di atas, sebaiknya operator khususnya XL
mempertimbangan kembali kebijakan yang telah diambil. Saya meyakini pada
jangka panjang hal tersebut akan merugikan bisnis XL sendiri. Yakinlah,
bahwa yang berhadapan setiap hari dengan pelanggan XL adalah pengecer
yang jumlahnya lebih dari 750 ribu orang, bukan Dealer yang hanya
seratusan orang saja.
Sebaiknya operator lebih pro kepada jumlah 750 ribu yang dekat dengan
pelanggan, bukan seratus orang yang duduk di gedung bertingkat. Jika
konsep clusterisasi memang sangat dibutuhkan, konsep yang diterapkan
Indosat sudah cukup memadai, bisa diterima oleh semua pihak.
Pemerintah, khususnya BRTI perlu terlibat dalam penataan distribusi
pulsa. Pasalnya distribusi pulsa seluler telah telanjur melibatkan lebih
dari 750 pengusaha kecil, yang sebagian besar membutuhkan dukungan
Pemerintah.
Ketentuan distribusi pulsa tidak boleh semata-mata ditentukan oleh
operator, karena operator cenderung berpikir untuk kepentingan mereka
saja, sementara bisnis ini berdampal kepada ekonomi 750 ribu keluarga.
Pemerintah tidak perlu ragu masuk ke area ini, karena sejak dulu
Pemerintah juga meregulasi wartel yang sebenarnya merupakan urusan
bisnis Telkom. Saya kira hal ini sah saja, bahkan harus, dengan alasan
berdampak luas pada pengusaha kecil yang perlu dukungan Pemerintah.